Gigitan yang Berujung Kematian

Kamis, 11 November 2010

PENYAKIT rabies tak hanya ditularkan oleh anjing. Kucing dan kera pun bisa menularkan penyakit tersebut. Penularannya tak hanya lewat gigitan saja, tapi melalui kontak virus.
Memelihara hewan kesayangan seperti anjing dan kucing bisa menjadi hobi yang menyenangkan. Dengan perawatan yang benar, binatang kesayangan ini akan menjadi teman menyenangkan. Tapi bila tak dirawat dengan benar, ancaman penyakit seperti rabies bukan tak mungkin terjadi.
Penyakit rabies atau yang populer disebut penyakit anjing gila ini adalah penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Virus ini tak hanya menyerang hewan berdarah panas, tetapi juga manusia. Cara penularannya bisa melalui gigitan yang ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies. Atau bisa juga melalui kontak virus rabies dengan kulit luka atau selaput mukosa.
Tak hanya anjing yang menjadi hewan perantara penyakit mematikan ini. Kucing dan kera ternyata juga bisa menjadi hewan pembawa virus ini. “Rabies tidak hanya ditularkan oleh anjing saja, tetapi juga bisa berasal dari kera juga kucing,” kata pakar Entimologi Kesehatan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Upik Kusumawati Hadi MS.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen P2PL Departemen Kesehatan RI, dr Rita Kusriasturi MSc menambahkan, cara penularan rabies dari hewan ke manusia sebagian besar karena gigitan hewan penular rabies. “Masa inkubasi (masa tunas) dari virus tersebut berkisar antara 2-8 minggu, bahkan bisa sampai 2 tahun,” tandasnya.
Ditambahkan oleh Rita, selain binatang peliharaan seperti berang-berang, kucing, kera, dan anjing, binatang yang bisa membawa virus rabies bila kontak dengan binatang liar dan bisa menularkannya ke manusia. Kebanyakan dari binatang liar seperti rubah, sigung, anjing, kelelawar, monyet pun bisa menularkan.
Rita berpesan, apabila seseorang digigit hewan yang menderita rabies, tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan mencuci luka gigitan secepatnya dengan air mengalir dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit.
“Kemudian luka diberi antiseptik/ alkohol 70 persen, setelah itu segera bawa ke Rabies Center (puskesmas atau rumah sakit) atau ke dokter untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya,” ujar dr. Rita.
Menurut data dari Departemen Kesehatan RI di Indonesia, rabies pada hewan sudah ditemukan sejak 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada 1894 di Jawa Barat. Kemudian rabies mulai menyebar ke provinsi lain di Indonesia. “Hanya 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua, dan Papua Barat,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes Prof dr Tjandra Yoga Aditama Sp P (K) MARS dalam acara press briefing berkenaan dengan peringatan Hari Rabies Sedunia di Jakarta pada 26 Oktober 2009.
Hingga 2009, kasus rabies ditemukan di 24 provinsi di Indonesia. Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sumatera Barat merupakan daerah endemik tinggi. Tjandra mengatakan, selama 3 tahun terakhir (2006-2008) Departemen Kesehatan mencatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies. Di antaranya 13.175 kasus mendapat vaksin anti rabies dan 122 orang positif rabies (angka kematian 100 persen).
Pada November 2008, Provinsi Bali yang semula bebas rabies dilaporkan terjadi kematian karena rabies di Kabupaten Badung. Kasus kemudian menyebar ke kabupaten lainnya. Sampai dengan Oktober 2009 telah dilaporkan 10.911 kasus gigitan yang mendapat VAR, dan sebanyak 15 orang meninggal dengan gejala klinis rabies yang berasal dari Kabupaten Badung dan Tabanan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar ditemukan sebanyak 37 spesimen positif rabies yang berasal dari 6 kabupaten/kota yaitu Badung, Tabanan, Denpasar, Gianyar, Karang Asem, dan Bangli.
Menurut Prof Tjandra, untuk pengendalian rabies butuh dukungan dari sektor peternakan untuk penanganan kepada hewan penular dan pengawasan lalu lintasnya, serta sektor kesehatan untuk penanganan kasus gigitan pada manusia dan penderita rabies (lyssa). Kedua sektor tersebut bekerja sama di bawah koordinasi Departemen Dalam Negeri dalam wadah Tim Koordinasi (TIKOR) Rabies.
“Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosa yang sangat berbahaya karena apabila gejala klinis penyakit rabies timbul biasanya akan diakhiri dengan kematian,” tutur Prof Tjandra.
Menurut Prof Tjandra Yoga, peringatan Hari Rabies Dunia setiap 28 September adalah waktu yang sangat tepat untuk mulai mengambil langkah-langkah untuk membantu mencegah penyebaran penyakit rabies, melindungi binatang peliharaan, mencegah penyakit rabies pada manusia, dan melindungi keluarga tercinta.
(okezone)


[get this widget]

0 komentar: